Sabtu, 07 Februari 2015

filsafat ilmu

Analisis Komponen dan Problematika Filsafat Ilmu Pendidikan
download klik di sini
download klik disini
Pendahuluan
Pada dasarnya manusia mempunyai pandangan masing-masing hanya saja banyak yang belum terbukti secara ilmiah. Seluruh kemampuan kemanusiaan seperti perasaan, pikiran, pengalaman, panca indra mampu menangkap apa itu kehidupan dan mengabstraksikan tangkapannya itu ke dalam diri dengan berbagai bentuk misalnya kebiasaan, akal, seni, filsafat, sejarah. Pengetahuan diartikan sebagai bentuk untuk mengetahui sesuatu. Jadi seluruh bentuk dapat di golongkan dalam bentuk pengetahuan dan masing-masing  bentuk dapat di cirikan oleh obyek ontologi, landasan epismologi, dan landasan axiologi. Salah satu bentuk rasa keingin tahuan adalah di tandai dengan:
1.             Obyek ontologi: tentang sesuatu pengalaman manusia, segala wujud yang dapat dijangkau oleh panca indra manusia. Membahas tentang yang ada yang tidak terikat oleh perwujudan tertentu.
2.             Landasan epismologi: membicarakan cara mendapatkan pengetahuan, objek pemikiran, dan ukuran kebenaran.
3.             Landasan axiologi: Kegunaan pengetahuan dan cara pengetahuan menyelesaikan masalah.
Melihat dari paparan di atas kita lihat pandangan dari beberapa filusuf yanng sanga terkenal di antaranya :


SOCRATES
Pada masa Socrates filsafat menitik beratkan pada manusia itu sendiri, peradaban, kebiasaan manusia dan adapun faktor faktornya antara lain:
1.             Pada masa pra Socrates tidak dapat menjelaskan tentang pertanyaan  asal usul alam semesta dan juga tidak mampu menjelaskan fenomena kesatuan (unity) dan kejamakan (diversity)
2.             Besarnya minat untuk mengetahui fenomena kebudayaan dan peradaban manusia. Ini akibat dari banyak pergaulan antara bangsa bangsa saat itu. Maka timbullah pertanyaan pertanyaan diantaranya apakah keberagaman kebudayaan nasional dan lokal, norma agama dan banyak.
Socrates digambarkan oleh Alcibiades bahwa dia manusia setengah dewa atau silenus. Aristhopanes menggambarkan manusia yang pongah. Menyangkut Sokrates dikenal dengan apa yang dinamakan Masalah Socrates atau Problem Of Socrates, yaitu manakah ajaran yang sebenarnya dari Socrates.
Xenophon menggambarkan bahwa Socrates adalah ahli dalam Etika yang terkenal dan bukan ahli logika dan metapisika sedangkan dari Plato tertangkap kesan bahwa Socrates ahli dalam metafisika yang tiada tandingnya, dengan ajarannya tentang Forma. Sedangkan Aristoteles tidak melihat bahwa Socrates mengajarkan tentang Forma yang ciri khas dari Platonisme.
Socrates sebagai filsuf berawal dari peristiwa yang dinamakan Pertobatan Socrates menyusul Orakel Delphic sahabatnya yang bertanya pada ahli nujum apakah ada orang yang lebih bijaksana selain dari Socrates? Jawaban ahli nujum Tidak! Socrates merenung dari kata tidak yang diberikan ahli nujum tersebut, dan akhirnya sampai pada kesimpulannya bahwa yang dimaksudkan dewa dengan menyebutnya manusia paling bijak karena dia tahu bahwa dia tidak tahu apa-apa. Kemudian Dia melihat misinya yaitu mencari kebenaran sejati dan membantu orang yang membutuhkan bimbingannya.
AJARAN SOCRATES
1.             Tentang definisi atau hal-hal umum (universal) yang bersifat tetap. Menurutnya konsep universal tetap sama. Hal–hal partikular yang berbeda tetapi konsep difinisnya tetap sama
2.             Tentang argument induktif. Yang dikembangkan Socrates bukan berasal dari logika melainkan dari wawancara dan dialektik. Untuk mendefinisikan sesuatu Socrates memberikan pertanyaan-pertanyaan pada orang lain. Dialektik diawali dari definisi-definisi yang tidak lengkap sampai akhirnya menjadi difinisi yang lengkap. Tujuan untuk mengetahui kebenaran yang universal. Atau dari yang kurang sempurna menjadi sempurna dan inilah yang dimaksud dengan proses induktif
3.             Tujuan Dialektik tidak untuk mempermalukan orang lain tapi untuk memperoleh kebenaran. Menurutnya agar bertindak benar, orang harus tahu apakah kehidupan yang baik itu?
4.             Etika. Menyadarkan orang-orang untuk menjaga harta yang paling berharga yaitu jiwa lewat Kebijaksanaan dan kebajikan. Menurut Socrates pengetahuan merupakan sarana pada tindakan Etis.
5.             Ciri Etika Socrates adalah kebajikan dan pengetahuan. Pengetahuan dan kebajikan adalah satu. Seseorang yang bijaksana artinya dia tahu apa yang baik dan melakukan hal yang benar. Maka muncul yang dinamakan Intelektualisme etis pada etika Socrates
6.             Socrates mengajarkan hanya ada satu kebajikan yaitu pengetahuan akan apa yang benar-benar baik untuk manusia, Socrates mengatakan bahwa kebajikan dapat diajarkan. Ciri-ciri dari Intelektulisme Etis. Kalau Dokter mempelajari tentang obat-obatan dan orang adil yang telah mempelajari apa itu adil
7.             Agama. Socrates mengakui adanya Allah-Allah. Pengetahuan tentang Allah itu luas atau banyak. Terkadang Socrates juga mengakui bahwa Allah itu tunggal. Tapi Socrates tidak memberikan perhatian yang besar terhadap masalah monoteisme dan polyteisme. Bahwa manusia berasal dari bahan material dari alam dan akal budi secara universal
Melihat dari segi pandang ajaran Socrates jelas pengetahuan manusia di dapat dari proses wawancara untuk mengetahui kebenaran yang universal dengan tidak untuk mengecilkan orang lain dan menyadarkan agar senantiasa menjaga harta yang sangat berharga yaitu jiwa melalui kebajikan dan kebijaksanaan. Bijaksana artinya seseorang tahu kebaikan dan melaksanakan kebenaran. Pengetahuan dan kebajikan adalah satu, seseorang dapat belajar tentang kebajikan artinya kebajikan dapat diajarkan. Socrates tidak anti Tuhan, dia mengakui ke Esaan pencipta hanya saja tidak memberikan perhatian terlalu besar terhadap aliran monoteisme dan polyteisme

Auguste Comte
Positivisme
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang berdasarkan pengalaman aktual fisikal. Pengetahuan yang demikian bisa di dapat dari hasil melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Positivisme diperkenalkan oleh Auguste Comte yang tertuang dalam karyanya Cours de Philosophic Positive. Dan karya lainnya adalah Discours L’esprit Positive. Dalam karya inilah Comte menguraikan pendapat-pendapat positivisme, hukum tiga tahap, klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan, dan bagan mengenai tatanan kemajuan.
Comte meyakini bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam, maka untuk memperoleh pengetahuan tentang masyarakat menuntut pengetahuan metode-metode penelitian empiris dari ilmu-ilmu alam lainnya. Comte melihat perkembangan ilmu tentang masyarakat yang bersifat alamiah sebagai puncak suatu proses kemajuan intelektul yang logis yang dilewati oleh ilmu-ilmu lainnya. Kemajuan ini mencakup perkembangan dari berbagaib bentuk pemikiran teologi purba, penjelasan mengenai metafisik, yang akhirnya sampai terbentuk hukum-hukum ilmiah yang positif.
Menurut Comte metode penelitian yang harus digunakan dalam proses keilmuan adalah observasi, eksperimen, dan komparasi. Yang terakhir ini digunakan untuk melihat hal-hal yang lebih komplek, seperti biologi dan sosiologi. Berkaitan dengan sosial asumsi Comte berkonsentrasi pada tiga hal yaitu pertama prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan pada ilmu-ilmu sosial. Kedua hasil-hasil riset dapat dirumuskan dalam bentuk hukum-hukum seperti dalam alam, Ketiga ilmu-ilmu sosial harus bersifat teknis, yaitu mempasilitasi pengetahuan yang bersifat instrumental murni.
Dengan uraian dia atas, dapat dijelaskan bahwa perspektif positivisme, ilmu-ilmu menganut tiga prinsip: bersifat empiris-objektif, deduktif-nomologis, instrument-bebas nilai. Ketiganya tidak hanya berlaku pada ilmu alam , namun juga berlaku bagi ilmu sosial, dan inilah konstribusi terbesar dari Comte, yang menghantarkannya sebagai Bapak Sosiologi Modern.
Hukum Tiga Tahap
Philosophy Positive, Comte menjelaskan bahwa munculnya ilmu-ilmu alam tak bisa dipahami secara lepas dari sejarah perkembangan pengetahuan manusia dari abad ke abad. Sejarah pengetahuan itu berkembang melalui tiga tahap yaitu Teologi, Metafisis, dan Positif. Hukum tiga tahap ini merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai pada masa peradaban Prancis abad kesembilan belas yang sangat maju. Mengenai hukum tiga tahap ini, comte menjelaskan sebagai berikut:
Dari studi mengenai perkembangan kemapuan manusia, dan melalui segala zaman, penemuan akan muncul dari suatu hukum yang mendasar. Dan inilah hukum yang di maksud:  setiap konsep yang paling maju, setiap cabang pengetahuan, secara berurutan melawati tiga kondisi teori yang berbeda: teologis atau fiktif, abstrak atau metafisik, dan positif atau ilmiah menurut Doyle Paul Jhonson, Robert MZ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar